Skip to main content

GOLPUT? Yukk...marrrreee....!!!!


CALEG KATRO!

“Bapak matikan handphone itu sekarang! Saya bilang matikan!!!”

Seketika sebagian besar kepala di baris belakang pesawat Garuda Jakarta-Padang berlomba-lomba menemukan asal suara. Drama itu terjadi antara seorang bapak yang jika melihat dari gaya berpakaian adalah seorang calon legislatif, entah dari Partai Telpon Melulu, atau dari Partai Hidup Handphone atau sejenis itu dengan pramugra Garuda yang sudah separuh baya.
Kampungan! Itu yang langsung mampir dan bercokol di benak saya saat itu. Kalau ini pesawat dia pribadi sih boleh-boleh aja membahayakan dirinya sendiri, nah...ini udah naik pesawat komersial, duduk di kelas ekonomi, gaya kok ya kayak di bajaj!!! Kalau boleh pinjam istilah di acara Tukul Arwana: KATRO! Lebih kampungan atau lebih katro lagi adalah orang-orang yang duduk di samping beliau yang melihat dengan jelas peristiwa tersebut namun tidak berani menegur bapak itu. Badan memang gede, nyali gede tapi perhatian terhadap orang lain, nol BESAR!!! GolPut? Jangan salahkan mereka yang mengambil sikap seolah tidak peduli terhadap nasib bangsa ini. Lah...kalo calon-calonnya aja seperti bapak itu, mau dibawa kemana pemerintahan dan kemudian negara ini?

GOLPUT

Kira-kira 1 bulan sebelum Pemilu Legislatif 9 April ini, saya pernah berdebat “sengit” dengan salah seorang teman saya yang memang sangat sengit kalau sudah nyerempet ke politik. Intinya adalah dia ngomel-ngomel karena kenapa gereja ikut-ikut kampanye dengan menyarankan agar semua umatnya memakai hak suara dan memilih calon yang sesuai. Kadang kata atau kalimat yang digunakan oleh satu pihak tidak dapat dimengerti dengan mendalam oleh pihak lain. Hei, saya tidak bilang bahwa teman saya tidak pandai, dia terlalu pandai sehingga merasa “dirampas” haknya: hak untuk tidak memilih.
Sudah terlalu lama kecewa dan sudah sering memberi kesempatan kepada para “penguasa” (tampaknya belum menjadi pemimpin, tapi masih di tahap penguasa, itu menurut saya dan teman saya itu). Kami berkutat agak lama di masalah ini sampai akhirnya kami berpisah dengan keyakinan masing-masing (dia dengan GOLPUTnya sementara saya masih akan berpikir untuk memilih)
Kemudian, seiring berjalannya waktu, saya melihat bombardir kampanye yang cenderung bombastis, dari sisi memasang iklan diri di hampir semua ruas jalan ibukota dengan foto segede-gedenya sampai yang paling menyebalkan adalah menggerakkan massa dalam jumlah yang besar dan mewarnai jalan-jalan ibukota dan memacetkan lalu lintas. Aduuuuhhh.....please deh , Pak! Tapi mau bagaimana lagi, itulah namanya kampanye, membuat orang lain sadar dan melek bahwa ada saya!
Kemudian lagi, sampai H-1 saya tetap tidak mendapat surat resmi dari RT tempat saya tinggal. Satu rumah tidak ada yang dapat surat untuk memilih. Ironis ya? Saya ingin pilih tapi tidak diberi kesempatan untuk memilih. Juga dengan arus informasi yang memberi perkembangan tentang surat suara yang ngalor ngidul ngga jelas, ada yang dapat dan ada yang tidak dapat, keterangan simpang siur, kok ya gini ya?!

JANGAN GOLPUT!

Saya tetap dengan pendirian saya sebenarnya. PEMILU presiden tengah tahun ini, saya akan memilih calon saya. Dengan pertolongan informasi dari media massa dan dengan pertologan hati nurani saya akan memilih calon saya. Kali ini kalau saya pun tidak mendapat surat suara, saya akan tetap mendatangi tempat-tempat pemilihan suara dan mengajukan dan menawarkan diri untuk memilih. Saya punya hak, saya memiliki semua dokumen resmi yang menandakan bahwa saya sah dan resmi anggota negara kesatuan Republik Indonesia tercinta ini.
Maka, jangan golput. Tentukan pilihan dari sekarang, berdamailah otak dan hati, pilih yang paling cocok untuk memimpin negara ini bukan sekadar menguasai.
Selamat Pesta Demokrasi Indonesia!!!

Penerbangan Garuda, Jakarta-Padang
April 2009

Comments

Popular posts from this blog

Booking Hotel di Traveloka Bikin Aku Melihat Dunia Lagi

Perjalanan sepuluh hari pulang ke Sumatera di Juni 2022 lalu meninggalkan banyak makna.  Rasa yang makin mengena yang pada perjalanan-perjalanan sebelumnya sejak usia muda malah mudah dilupa.  Mungkin usia.  Seorang teman baik pernah membagi perasaannya tentang nostalgia: "rasanya, setelah semakin tua aku makin ingin dekat dengan keluarga.  Bercengkrama, bertukar sapa walau hanya bisa mendengar suara tanpa harus bertatap muka."  Kalimat tersebut begitu menghanyutkan.  Sehingga, ketika pada akhirnya perjalanan di bulan Juni lalu berakhir, rasa dan nostalgia itu masih terus bergelayut.  Perjalanan yang dulu di masa muda terasa lama, sekarang meninggalkan rindu yang membabi buta.  Ingin kembali kesana.  Dan, kali depan aku harus pergi bersama dia.  Teman hidupku.  Berbagi rasa dan nostalgia.  Berdua.  Bersama.  Sinar matahari yang hangat menyambut kami di bandar udara Silangit, Siborong-borong.  Perjalanan menyusuri...

Sembilan Tahun

The secret of a happy marriage remains a secret - Henny Youngman  7 Agustus 2010 - 7 Agustus 2019:  Love is kind.  Love is patient.   3285 hari.  Iya, tiga ribu dua ratus delapan puluh lima hari sudah kami lewati.  Kalau cinta itu tidak baik dan sabar, tentu cerita akan bisa berbeda ketika tulisan ini dibuat. Rahasianya apa?  Mau banget berbagi rahasia, tapi seperti quote di atas: rahasia dari sebuah pernikahan yang bahagia akan tetap menjadi rahasia.  Sebenarnya bukan rahasia juga, karena akan senang juga kalau bisa berbagi dengan keluarga, teman dan kenalan yang sedang mencari kebahagiaan dalam satu hubungan.  Coba deh lihat  celotehan saya di bawah, rasanya sih ngga ada rahasia.  Hehehe.. Ketika kira-kira sepuluh tahun lalu saya hendak memulai perjalanan ini, tentu banyak bertanya, membaca, dan melihat beberapa kiat untuk memastikan bahwa keputusan besar yang akan saya ambil adalah benar dan akan menjadi benar di kem...

PARENTING 911

Jaman kuliah di fakultas Komunikasi Massa dulu belajar kalau mau tulisannya dibaca, maka buatlah judul yang menggelitik; provokatif tanpa harus jadi provokator. Saya dan suami diberkati dengan banyak hal selama hampir delapan tahun usia pernikahan kami, namun tampaknya Tuhan masih belum memberikan kami anak.  Tapi, sejak 5 tahun terakhir, kehidupan di rumah kami beberapa kali bersinar karena ada anak adik sepupu saya yang sejak bayi sudah mengenal kami dengan baik karena selama kurang lebih satu tahun, saya dan suami pernah tinggal di rumah Mama ketika rumah kami sedang dibangun.  Jadilah, si pengasuh mendapuk kami menjadi Papi dan Mami, sampai sekarang, sampai lahirlah anak kedua adik sepupu saya. Namanya Bianca.  Well, ini adalah nama pendek dari rangkaian namanya yang cantik.  Ternyata, nama ini terus dipakai walau tidak tertulis resmi di semua dokumennya.  Bianca sekarang sudah lima tahun, kelas TK A, sebentar di bulan Desember dia akan genap enam tahun....