The secret of a happy marriage remains a secret - Henny Youngman
7 Agustus 2010 - 7 Agustus 2019: Love is kind. Love is patient.
3285 hari. Iya, tiga ribu dua ratus delapan puluh lima hari sudah kami lewati. Kalau cinta itu tidak baik dan sabar, tentu cerita akan bisa berbeda ketika tulisan ini dibuat.
Rahasianya apa? Mau banget berbagi rahasia, tapi seperti quote di atas: rahasia dari sebuah pernikahan yang bahagia akan tetap menjadi rahasia. Sebenarnya bukan rahasia juga, karena akan senang juga kalau bisa berbagi dengan keluarga, teman dan kenalan yang sedang mencari kebahagiaan dalam satu hubungan. Coba deh lihat celotehan saya di bawah, rasanya sih ngga ada rahasia. Hehehe..
Ketika kira-kira sepuluh tahun lalu saya hendak memulai perjalanan ini, tentu banyak bertanya, membaca, dan melihat beberapa kiat untuk memastikan bahwa keputusan besar yang akan saya ambil adalah benar dan akan menjadi benar di kemudian hari.
Dari beberapa artikel yang saya baca, ada satu kalimat di salah satu artikel yang mengatakan: "Jangan mencari pasangan yang cocok karena hubunganmu tidak akan bertahan lama."
Lho? Gimana sih? Nggilani nih si pengarang. Memang ngarang sih kerjaanya.
Tapi, hari berlalu sampai ribuan hari, saya semakin yakin dengan kalimat itu. Cocok. Apa sih cocok? Bukankah yang akan engkau cari adalah kecocokan? Artinya, dari yang belum/ngga cocok, akan dicari jalan agak terjadi kecocokan. Karena kalau sudah cocok, lalu apa lagi yang akan dicari?
Kalau kamu mencari yang cocok; maka nanti ketemunya adalah bosan! Dan, bosan adalah musuh utama sebuah hubungan.
Berikut tiga ketidakcocokan mendasar kami:
Hari-hari awal kami sebagai suami istri, walau tidak "semencekam" cerita orang tentang kebiasaan yang bisa bikin satu sama lain kaget-kaget atau jumpalitan, Erick langsung mengambil keputusan: harus ada anak "sulung" di keluarga kita. Dan, dengan persetujuan kedua belah pihak, berdirilah dia di kategori anak sulung. Saya tetap menikmati menjadi anak bungsu dalam keluarga. Hehehe...biar cocok laaah. Kalau sama-sama anak bungsu, bisa buntu nanti.
7 Agustus 2010 - 7 Agustus 2019: Love is kind. Love is patient.
3285 hari. Iya, tiga ribu dua ratus delapan puluh lima hari sudah kami lewati. Kalau cinta itu tidak baik dan sabar, tentu cerita akan bisa berbeda ketika tulisan ini dibuat.
Rahasianya apa? Mau banget berbagi rahasia, tapi seperti quote di atas: rahasia dari sebuah pernikahan yang bahagia akan tetap menjadi rahasia. Sebenarnya bukan rahasia juga, karena akan senang juga kalau bisa berbagi dengan keluarga, teman dan kenalan yang sedang mencari kebahagiaan dalam satu hubungan. Coba deh lihat celotehan saya di bawah, rasanya sih ngga ada rahasia. Hehehe..
Ketika kira-kira sepuluh tahun lalu saya hendak memulai perjalanan ini, tentu banyak bertanya, membaca, dan melihat beberapa kiat untuk memastikan bahwa keputusan besar yang akan saya ambil adalah benar dan akan menjadi benar di kemudian hari.
Dari beberapa artikel yang saya baca, ada satu kalimat di salah satu artikel yang mengatakan: "Jangan mencari pasangan yang cocok karena hubunganmu tidak akan bertahan lama."
Lho? Gimana sih? Nggilani nih si pengarang. Memang ngarang sih kerjaanya.
Tapi, hari berlalu sampai ribuan hari, saya semakin yakin dengan kalimat itu. Cocok. Apa sih cocok? Bukankah yang akan engkau cari adalah kecocokan? Artinya, dari yang belum/ngga cocok, akan dicari jalan agak terjadi kecocokan. Karena kalau sudah cocok, lalu apa lagi yang akan dicari?
Kalau kamu mencari yang cocok; maka nanti ketemunya adalah bosan! Dan, bosan adalah musuh utama sebuah hubungan.
Berikut tiga ketidakcocokan mendasar kami:
- Saya dan Erick berasal dari latar belakang budaya yang berbeda. Saya campuran Batak, Cina dan Nias. Erick, suami saya, adalah peranakan Manado, Ambon, Sunda dan Belanda -- ini saja sudah beda. Beda banget. Kecuali etnis yang melingkupi kami berdua adalah: suka makan, senang keriaan dan hangat.
- Saya lahir dari keluarga kecil, saudara lelaki saya satu; abang. Saya anak bungsu. Erick memiliki 7 kakak laki-laki dan perempuan dan juga tidak punya adik. Erick bungsu. Hehehe...sama dong ya, sama-sama bungsu -- problematik kah? Kita lihat nanti ya.
- Saya adalah penikmat kota besar dan segala hal yang berkaitan dengannya. Sementara Erick adalah seorang pencinta alam dengan segala sesuatu yang melingkupinya. -- ini lumayan PR sih.
Nah, dari 3 itu aja yang saya rasa sangat kental nuansa pengaruh ke karakter kami, bisa menjadi cikal bakal ketidakcocokan. Tapi kan yang akan dicari adalah kecocokan.
Hari-hari awal kami sebagai suami istri, walau tidak "semencekam" cerita orang tentang kebiasaan yang bisa bikin satu sama lain kaget-kaget atau jumpalitan, Erick langsung mengambil keputusan: harus ada anak "sulung" di keluarga kita. Dan, dengan persetujuan kedua belah pihak, berdirilah dia di kategori anak sulung. Saya tetap menikmati menjadi anak bungsu dalam keluarga. Hehehe...biar cocok laaah. Kalau sama-sama anak bungsu, bisa buntu nanti.
Kami berdua berasal dari keluarga "campur-campur", baik dari etnis dan juga agama. Saya rasa, ini satu hal yang membuat kami melihat perbedaan menjadi hal yang biasa, hal yang sudah kami rasakan, nikmati dan jalani sejak lahir; maka bukan hambatan. Walau, menyesuaikan diri dengan segala ragam kehidupan dan kebiasaan di keluarga besar Batak; but, it's adjustable.
Oh, more: he blends well so far.
Kami pindah ke Bogor setelah menikah. Saya sebagai perempuan ibukota, yang tidak lama lagi juga akan jadi anak daerah setelah ibukota Indonesia dipindah ke P. Kalimantan, harus menyesuaikan diri. Tidak sulit sih, tho perjalanan Bogor-Jakarta kadang bisa lebih cepat dari perjalanan Sudirman-Bekasi, misalnya. Jadi, ngga terlalu sulit beradaptasi.
Setelah menghabiskan sembilan tahun bersama, kami sudah pindah rumah dua kali. Di rumah kedua ini, keluarga kami berkembang menjadi: 1 ekor Beagle yang sangat aktif, 1ekor burung Kenari dan 16 ekor ikan Koi.
Kami belum diberi kesempatan untuk memiliki anak sendiri, namun kehadiran satu orang keponakan ,yang sejak kecil sudah panggil Papi dan Mami, yang setidaknya satu bulan sekali nginap sudah bisa menghangatkan rumah kami. Yang belum diberi oleh Tuhan, let it remain a secret.
Sembilan tahun kemudian, Erick tetap menjadi pilihan terbaik yang pernah saya lakukan. Dia tetap menjadi orang yang paling saya cari di dalam kerumunan, dan masih memberikan butterflies in my stomach ketika saya tahu bahwa dia ada/kelihatan.
Kami juga menjadikan beberapa kegiatan menjadi kebiasaan: mencium dan memberikan tanda salib di dahi sebelum berkegiatan di pagi hari, dan mencium ketika sampai di rumah (bertemu kembali), membuka dan menutup hari dengan berdoa bersama, melontarkan lelucon intim, menggoda dan untuk memberikan sedikit awan panas: adu argumentasi dari yang serius sampai yang dogol. Marahan dari adu mulut sampai adu kata-kata melalui WA sampai akhirnya, rasanya, memberikan pengaruh positif ke hubungan ketika sudah ketemu jalan keluar.
7 Agustus 2019 - 7 Agustus - selamanya: Love is kind. Love is patient.
![]() |
| LIVE. LOVE. LAUGH |

Comments
Post a Comment