Jaman kuliah di fakultas Komunikasi Massa dulu belajar kalau mau tulisannya dibaca, maka buatlah judul yang menggelitik; provokatif tanpa harus jadi provokator.
Saya dan suami diberkati dengan banyak hal selama hampir delapan tahun usia pernikahan kami, namun tampaknya Tuhan masih belum memberikan kami anak. Tapi, sejak 5 tahun terakhir, kehidupan di rumah kami beberapa kali bersinar karena ada anak adik sepupu saya yang sejak bayi sudah mengenal kami dengan baik karena selama kurang lebih satu tahun, saya dan suami pernah tinggal di rumah Mama ketika rumah kami sedang dibangun. Jadilah, si pengasuh mendapuk kami menjadi Papi dan Mami, sampai sekarang, sampai lahirlah anak kedua adik sepupu saya.
Namanya Bianca. Well, ini adalah nama pendek dari rangkaian namanya yang cantik. Ternyata, nama ini terus dipakai walau tidak tertulis resmi di semua dokumennya. Bianca sekarang sudah lima tahun, kelas TK A, sebentar di bulan Desember dia akan genap enam tahun.
Dalam satu bulan, paling sedikit satu kali weekend dia akan nginap di Bogor. Biasanya, Mami akan jemput ke sekolah di Jumat pagi, lalu dibawa ke Bogor deh untuk holiday (istilah Bianca kalau mau ke Bogor atau tempat lain selain rumah). Kebetulan weekend ini, (27-29 April), ada agenda menyenangkan buat Bianca: belajar sepatu roda dengan Papi, lalu di hari Minggu akan ikutan Mami ketemuan dengan teman-temannya sebelum pulang kembali ke rumah.
Parenting 911 dimulai ketika Bianca menginap. Bagaimana mengajak dia bermain agar tidak terlalu intim dengan si handphone pintar, membujuk makan lebih banyak, menstimulasi kreatifitas dia dalam menggambar atau mewarnai atau bermain dengan playdough, dan aktifitas yang memakan lumayan banyak kalori lemak dan perasaan adalah nyuruh mandi. Walahkadyah, susahnya minta ampun. Di Jakarta aja mandi pakai air hangat, apalagi di Bogor. Padahal Bogor juga lagi super panas. Terus, biasanya kejar-kejaran, bujuk rayu sampai nada suruhan bisa naik 1 oktaf lebih tinggi atau 2 oktaf lebih rendah kalau sudah habis sabar. Tapi, anak ini memang ngangenin dan bikin senang. Walau kesal, dia kemudian akan dengan mudahnya merayu kembali membuat kita jadi merasa bersalah pernah mengeluarkan kalori emosi.
Parenting 911 kemarin begitu mengusik saya sampai menjelang tidur malam; ketika Bianca pun sudah terlelap di rumahnya.
Pagi kemarin, saya dan teman-teman janjian untuk ketemuan untuk brunch karena salah satu dari kami ada yang berulang tahun di tanggal 20 April, tapi baru sempat kumpul wanita karir dan ibu rumah tangga di hari Minggu kemarin. Kami janjian di cafe Lucky Cat di Pasar Festival. Tim Bogor seperti biasa datang sedikit lebih awal dibanding tim Cibubur dan tim Kelapa Gading. Kebiasaan pergi pagi memang sulit dihilangkan. Hehehe. Sembari menunggu, kami masuk dulu ke cafe yang buka 24 jam dan ternyata memiliki banyak akses dari lantai atas untuk turun ke lantai di bawahnya. Wajar saja, harus dibuat demikian karena mungkin luas ruang yang mereka miliki akan maksimal jika menggunakan konsep yang sudah mereka gunakan. Karena datang duluan, saya reserve tempat dulu, karena kami akan ber-enam. Kemudian, setelah reserve, kami sempat ke outlet Sport Station tidak jauh dari Lucky Cat. Saya reserve di lantai 2. Bianca sudah sangat bahagia karena: 1. ada di tempat baru, 2. banyak tempat yang bisa dia eksplor dan 3. ada tangga. Entah kenapa, tangga selalu membuat anak kecil terpesona. Mungkin bagi mereka ajaib bisa ada di dua ruangan berbeda hanya dengan menggunakan tangga. Ketika tim Cibubur datang dari pintu utama di lantai bawah, akhirnya kami putuskan untuk pindah di lantai bawah. Ketika sudah lengkap, mulai lah kami bercerita.
Bianca sudah dibekali dengan spidol warna da beberapa kertas untuk dia menggambar. Setelah bosan, dia pindah ke Youtube untuk kemudian terlalu kesal karena signal kurang bagus. Eksplor lagi kanan, kiri, depan belakang walaupun tidak mengesalkan.
Menjelang berakhir acara kumpul-kumpul, seperti biasa harus diakhiri dengan foto-foto. Sesi yang singkat tapi makan waktu karena perempuan tidak pernah puas dengan 1 cekrek, harus banyak walau gaya cuma beda dikit banget. Bianca sudah tau kalau kami akan pulang. Ketika kami sudah bergaya di tangga (kesalahan pertama), dia langsung melesat naik ke atas. Dipanggil namanya tidak nongol-nongol. Suami saya sudah gelisah untuk kemudian menunda sesi foto dan kami berdua lari mengejar Bianca. Labirin ruangan membuat kami makin panik karena anak ini lagi senang melihat dan pura-pura ngga dengar kalo dipanggil. Panik, kami memanggil Bianca dengan suara cukup keras. Cafe sudah mulai penuh, tapi saya ngga lihat ada orang yang peduli dengan kepanikan kami berdua. Semua asik dengan obrolan, gelas kopi, atau smartphone mereka. Wajar sekali. Minggu siang, saat santai. Ketika kami akhirnya menemukan Bianca, jaraknya hanya satu meter dekat pintu keluar dan dia sudah siap berlari ketika melihat kami kemudian memanggilnya dengan marah. Kami marah karena takut dia sudah akan berlari keluar pintu. Kemudian dia nangis. Ketika kami kembali ke meja karena belum mengemasi barang, seorang karyawan terlihat tersenyum (entah senyum apa, yang jelas senyum tolol yang minta dilempar meja karena terlihat tidak peduli), lalu ada seorang perempuan yang datang bersamaan dengan kami, menatap dengan tersenyum (entah senyum apa, yang jelas senyum tolol yang minta dilempar kembang setaman). Bianca nangis karena dimarahin. Saya nangis dalam hati sampai malam karena berpikir aneh-aneh: coba kalau kami terlambat sedikit, coba kalau dia buka pintu dan keluar ke dalam mall, coba ada orang yang menarik tangannya dan mengajak pergi. Coba kalau saya terus foto-foto. Duh...!
Parenting 911: selalu, selalu dan selalu dahulukan menjaga anak-anak yang sedang sangat senang eksplorasi. Terlebih jika memang tidak membawa nanny, suster, atau hanya orang tua dan anak. Atau, apakah mungkin meminta pihak resto untuk juga mengingat dan menjadi mata orang tua yang membawa anak untuk lebih peduli. Kami ngga perlu disenyumin kalau keluar dari resto. Ngga penting itu, kalau kalian juga ngga peduli (mulai gemas lagi).
Sejak tadi malam, saya bisa berdamai dengan orang-orang yang senyum tolol di cafe siang itu, saya akan mengajak teman-teman, para orang tua untuk saling menjaga. Setidaknya untuk lebih peduli dengan sekitar. Menjaga anak-anak agar tidak lepas dari orang tuanya. Mencoba semaksimal mungkin ikut menjaga mereka dan mengingat siapa orang tua mereka, dari meja mana.
Saya akan lebih peduli lagi. Itu janji saya. Demi Bianca dan teman-temannya.
Saya dan suami diberkati dengan banyak hal selama hampir delapan tahun usia pernikahan kami, namun tampaknya Tuhan masih belum memberikan kami anak. Tapi, sejak 5 tahun terakhir, kehidupan di rumah kami beberapa kali bersinar karena ada anak adik sepupu saya yang sejak bayi sudah mengenal kami dengan baik karena selama kurang lebih satu tahun, saya dan suami pernah tinggal di rumah Mama ketika rumah kami sedang dibangun. Jadilah, si pengasuh mendapuk kami menjadi Papi dan Mami, sampai sekarang, sampai lahirlah anak kedua adik sepupu saya.
Namanya Bianca. Well, ini adalah nama pendek dari rangkaian namanya yang cantik. Ternyata, nama ini terus dipakai walau tidak tertulis resmi di semua dokumennya. Bianca sekarang sudah lima tahun, kelas TK A, sebentar di bulan Desember dia akan genap enam tahun.
Dalam satu bulan, paling sedikit satu kali weekend dia akan nginap di Bogor. Biasanya, Mami akan jemput ke sekolah di Jumat pagi, lalu dibawa ke Bogor deh untuk holiday (istilah Bianca kalau mau ke Bogor atau tempat lain selain rumah). Kebetulan weekend ini, (27-29 April), ada agenda menyenangkan buat Bianca: belajar sepatu roda dengan Papi, lalu di hari Minggu akan ikutan Mami ketemuan dengan teman-temannya sebelum pulang kembali ke rumah.
Parenting 911 dimulai ketika Bianca menginap. Bagaimana mengajak dia bermain agar tidak terlalu intim dengan si handphone pintar, membujuk makan lebih banyak, menstimulasi kreatifitas dia dalam menggambar atau mewarnai atau bermain dengan playdough, dan aktifitas yang memakan lumayan banyak kalori lemak dan perasaan adalah nyuruh mandi. Walahkadyah, susahnya minta ampun. Di Jakarta aja mandi pakai air hangat, apalagi di Bogor. Padahal Bogor juga lagi super panas. Terus, biasanya kejar-kejaran, bujuk rayu sampai nada suruhan bisa naik 1 oktaf lebih tinggi atau 2 oktaf lebih rendah kalau sudah habis sabar. Tapi, anak ini memang ngangenin dan bikin senang. Walau kesal, dia kemudian akan dengan mudahnya merayu kembali membuat kita jadi merasa bersalah pernah mengeluarkan kalori emosi.
Parenting 911 kemarin begitu mengusik saya sampai menjelang tidur malam; ketika Bianca pun sudah terlelap di rumahnya.
Pagi kemarin, saya dan teman-teman janjian untuk ketemuan untuk brunch karena salah satu dari kami ada yang berulang tahun di tanggal 20 April, tapi baru sempat kumpul wanita karir dan ibu rumah tangga di hari Minggu kemarin. Kami janjian di cafe Lucky Cat di Pasar Festival. Tim Bogor seperti biasa datang sedikit lebih awal dibanding tim Cibubur dan tim Kelapa Gading. Kebiasaan pergi pagi memang sulit dihilangkan. Hehehe. Sembari menunggu, kami masuk dulu ke cafe yang buka 24 jam dan ternyata memiliki banyak akses dari lantai atas untuk turun ke lantai di bawahnya. Wajar saja, harus dibuat demikian karena mungkin luas ruang yang mereka miliki akan maksimal jika menggunakan konsep yang sudah mereka gunakan. Karena datang duluan, saya reserve tempat dulu, karena kami akan ber-enam. Kemudian, setelah reserve, kami sempat ke outlet Sport Station tidak jauh dari Lucky Cat. Saya reserve di lantai 2. Bianca sudah sangat bahagia karena: 1. ada di tempat baru, 2. banyak tempat yang bisa dia eksplor dan 3. ada tangga. Entah kenapa, tangga selalu membuat anak kecil terpesona. Mungkin bagi mereka ajaib bisa ada di dua ruangan berbeda hanya dengan menggunakan tangga. Ketika tim Cibubur datang dari pintu utama di lantai bawah, akhirnya kami putuskan untuk pindah di lantai bawah. Ketika sudah lengkap, mulai lah kami bercerita.
Bianca sudah dibekali dengan spidol warna da beberapa kertas untuk dia menggambar. Setelah bosan, dia pindah ke Youtube untuk kemudian terlalu kesal karena signal kurang bagus. Eksplor lagi kanan, kiri, depan belakang walaupun tidak mengesalkan.
Menjelang berakhir acara kumpul-kumpul, seperti biasa harus diakhiri dengan foto-foto. Sesi yang singkat tapi makan waktu karena perempuan tidak pernah puas dengan 1 cekrek, harus banyak walau gaya cuma beda dikit banget. Bianca sudah tau kalau kami akan pulang. Ketika kami sudah bergaya di tangga (kesalahan pertama), dia langsung melesat naik ke atas. Dipanggil namanya tidak nongol-nongol. Suami saya sudah gelisah untuk kemudian menunda sesi foto dan kami berdua lari mengejar Bianca. Labirin ruangan membuat kami makin panik karena anak ini lagi senang melihat dan pura-pura ngga dengar kalo dipanggil. Panik, kami memanggil Bianca dengan suara cukup keras. Cafe sudah mulai penuh, tapi saya ngga lihat ada orang yang peduli dengan kepanikan kami berdua. Semua asik dengan obrolan, gelas kopi, atau smartphone mereka. Wajar sekali. Minggu siang, saat santai. Ketika kami akhirnya menemukan Bianca, jaraknya hanya satu meter dekat pintu keluar dan dia sudah siap berlari ketika melihat kami kemudian memanggilnya dengan marah. Kami marah karena takut dia sudah akan berlari keluar pintu. Kemudian dia nangis. Ketika kami kembali ke meja karena belum mengemasi barang, seorang karyawan terlihat tersenyum (entah senyum apa, yang jelas senyum tolol yang minta dilempar meja karena terlihat tidak peduli), lalu ada seorang perempuan yang datang bersamaan dengan kami, menatap dengan tersenyum (entah senyum apa, yang jelas senyum tolol yang minta dilempar kembang setaman). Bianca nangis karena dimarahin. Saya nangis dalam hati sampai malam karena berpikir aneh-aneh: coba kalau kami terlambat sedikit, coba kalau dia buka pintu dan keluar ke dalam mall, coba ada orang yang menarik tangannya dan mengajak pergi. Coba kalau saya terus foto-foto. Duh...!
Parenting 911: selalu, selalu dan selalu dahulukan menjaga anak-anak yang sedang sangat senang eksplorasi. Terlebih jika memang tidak membawa nanny, suster, atau hanya orang tua dan anak. Atau, apakah mungkin meminta pihak resto untuk juga mengingat dan menjadi mata orang tua yang membawa anak untuk lebih peduli. Kami ngga perlu disenyumin kalau keluar dari resto. Ngga penting itu, kalau kalian juga ngga peduli (mulai gemas lagi).
Sejak tadi malam, saya bisa berdamai dengan orang-orang yang senyum tolol di cafe siang itu, saya akan mengajak teman-teman, para orang tua untuk saling menjaga. Setidaknya untuk lebih peduli dengan sekitar. Menjaga anak-anak agar tidak lepas dari orang tuanya. Mencoba semaksimal mungkin ikut menjaga mereka dan mengingat siapa orang tua mereka, dari meja mana.
Saya akan lebih peduli lagi. Itu janji saya. Demi Bianca dan teman-temannya.
![]() |
| Parenting 911: siap ngga siap harus siap dan siaga! |

Comments
Post a Comment