Pada Juli 2007, saya berkesempatan untuk menjelajah beberapa negara di Eropa untuk pertama kalinya karena "memenangkan" satu kompetisi atau penilaian di kantor mengenai kinerja kerja di tahun 2006.
Kantor pusat kami di Jerman, namun sebelum acara puncak di Jerman, saya mengambil week-end di Belanda dan tinggal dengan keluarga kerabat. Belanda menarik karena kota kecil, orang tidak banyak dan yang pasti udara masih amat sangat bersahabat. Tidak begitu banyak aktivitas yang saya lakukan di Belanda, hanya sempat menjelajah satu dan dua kota kecil di luar Amsterdam. Setelah Belanda, saya tiba di Jerman pada siang hari sebelum acara kantor. Well, Jerman...I never like the sound of it. He..he..he..tapi harus diakui dengan segala keteraturan dan modernitas kota-kotanya, semua hal terkesan serba mudah dan otomatis. Sangat dimudahkan, sehingga mungkin untuk berlibur tidak terlalu menarik, terlalu kaku dan terlalu "bener".
SWITZERLAND
Karena terlambat, maka semua acara yang sudah kami susun mati2an (mati2an karena saya cuma punya 2,5 hari di Roma, sangat singkat dan terlalu optimis) berantakan gara-gara Alitalia. Mampir sebentar di satu travel untuk beli tiket kereta menuju....Venezia dan Milano. Sampai di biara, letakkan barang, langsung pergi lagi ngeloyor ke Vatican. Roma memang sangat panas, lebih panas dari kota-kota di negara bagian utara seperti Jerman dan Belanda. Memang belum puncak musim panas, hanya...sangat melelahkan. Melelahkan karena setelah menaiki 600 (kalau naik dan kemudian turun menjadi sekitar 1200an anak tangga!!!) sekian anak tangga untuk sampai di puncak Katedral di Kol, 2 hari kemudian di Roma saya kembali menaiki anak tangga untuk bisa memandang satu kota Roma dan bisa mengintip kediaman Sri Paus dari atas Katedral St. Petrus. Lecet2 di kaki sih ngga usah ditanya ya, apalagi dengan sendal "manis" yang saya kenakan. Tidak tinggi, tapi cukup melelahkan. It's summer time, it's time to show off, at least your colored nails in a nice looking sandals. Tidak banyak waktu hari ini, pulang kembali ke biara karena om saya ada acara, maka setelah makan malam, kami dengan seorang pastor Indonesia jalan-jalan ke.....gelateria, atau toko tempat jual es krim. Mungkin lebih dari 50 jenis es krim di toko itu membuat saya melonjak seperti anak kecil! Uedyan tenan, surga es krim!
Malam itu, saya menolak untuk melanjutkan perjalanan ke salah satu tempat yang paling digemari para turis: Spanish steps. Ngga kuat euy, kaki udah lodoh, and I need a good night rest for tomorrow we're gonna have a long day to spend.
Buon giorno! Hari ini kami akan menjelajah kota sampai bego! Selesai sarapan, kami menjelajah Roma: Fontana di Trevi, Colosseo, Forum Romana, Museum, Piazza, dst, dst. Satu tempat lagi yang amat sangat ingin saya datangi: Olympico, home of AS Roma. He...he...he...ngga bisa nyalahin om yang baru 2 bulan menetap di Roma, agak kelimpungan juga menuju stadion itu, ngarep bakal ketemu Totti. Harapan semu, karena setelah tanya kanan-kiri, termasuk polisi yang bertaburan di seantero Roma, akhirnya nemu juga tuh stadion. Ternyata tutup, karena memang musim kompetisi sedang libur. Bisa mati kepanasan tuh orang2 Roma kalau musim kompeti
Selamat pagi, selamat hari Minggu. Pagi ini akan ikut misa di St. Peter, Vatican. Selesai misa yang tidak begitu lama, karena agak telat juga sih, menyempatkan diri untuk pergi ke salah satu gereja lagi, again..., Scala Sancta. Tidak terkejar untuk naik tangga dengan berlutut menuju altar yang terletak kira2 30 anak tangga. Pagar kecil sudah dikunci, kami hanya telat 3 menit, luar biasa!!!! Tangga tersebut ditengarai dibawa dari rumah Pontius Pilatus. Kebayang sih bagaimana lecetnya lutut kalau naik 30 anak tangga dengan berlutut sambil berdoa, berat!!! Kami lari, dalam arti sesungguhnya, mengejar makan siang dan bis dan kemudian kereta ke Venezia yang akan berangkat pukul 1 siang itu.
VENEZIA
Membutuhkan waktu 5 jam dari Roma untuk sampai ke Venezia. Kalau liat pemandangan dari jendela kereta api, rasa-rasanya mau turun di beberapa kota yang dilewati, salah satunya: Florence atau Firenze. Dari jendela aja udah keliatan pemandangannya bagus banget, dan...kota terkesan tenang dan bersahaja. Tapi, sangat tidak mungkin untuk singgah dan mampir.
Menjelang malam, kami tiba di St. Lucia, Venezia. Sedikit berdebar, selain karena bayangan bahwa kota ini adalah salah satu kota romantis di dunia dengan gondola dll. Ketika keluar dari stasius, hal pertama yang saya ucapkan adalah: holy mother of God! Ngga kebayang bahwa dari satu sisi ke sisi lain dibatasi dengan sungai dan harus melewati jembatan2 kecil. Kalau cuma bawa badan sih ngga masalah, tapi...saya bawa koper guedhe banget, dan...Venezia adalah destinasi kedua sebelum terakhir sebelum kembali ke Indonesia. Hampir 15 menit saya menunggu di satu titik ketika om saya mencari penginapan kami. It was hot like hell!!!! This is not a romantic city, this is a one hell hot city! Sebelum beneran garing karena menerima paparan gratis matahari, akhirnya om saya datang dengan kalimat pertama: "maaf ya lama, tapi agak jauh penginapan kita." Ngga mungkin dong marah2 lagi, secara keringat sudah menetes!
Kami tinggal di satu biara/susteran yang biasanya pada musim panas dipakai juga sebagai penginapan. Memang lebih murah dibanding di pusat kota, tapi...jadinya agak mahal karena untuk sampai lagi ke stasiun St. Lucia, harus ada sekitar 3 jembatan yang harus saya lewati, sendiri dengan si koper raksasa yang udah mulai ganggu itu! Dan...2 hari kemudian saya akan pergi sendiri ke St. Lucia karena Venezia adalah kota dimana nanti malam saya akan berpisah dengan om. Dia masih harus kembali ke Roma untuk acara yg tidak bisa ditinggalkannya.
Not romantic at all! Tenaga saya sudah habis. Di penginapan/biara itu hanya tinggal 2 atau 3 orang suster tua yang tidak bisa bahasa Inggris, sementara modal bahasa Italia saya pas-pasan banget! Ketika melihat biara, saya sudah meyakinkan diri untuk ambil taxi air menuju St. Lucia, dengan harga: EUR 50!!!! Biar, uang bisa dicari, tapi kalau punggung patah karena angkat2 barang, bisa berabe!
Kami makan malam di resto dekat dengan penginapan, tidak berniat untuk jalan jauh2, karena memang sudah agak malam dan...pintu penginapan ditutup tepat pukul 10 malam. Karena summer maka matahari seperti enggan terbenam. Baru benar-benar gelap ketika sudah menjelang pukul 9 malam. Selesai dinner kami kembali ke penginapan, istirahat sebentar sementara om saya menitipkan saya pada para suster tua itu! Selesai sudah! Akhirnya kami berpisah pada pukul 10 malam. Saya tidur, sementara om saya kembali dengan kereta malam ke Roma.
Pagi di Venezia. Selesai sarapan, sederhana tapi sangat nikmat terutama si kopi pahit, saya bertekad untuk "menaklukkan" Venezia hari itu. Menaklukkan dalam arti menikmati dan menjelajahi kota romantis ini. Sedikit arahan tempat apa yang harus saya kunjungi sudah saya kantongi. Sebagian besar dari itinerary itu bisa saya temukan. Setelah jalan sendiri tanpa beban koper berat dll, saya bisa bayangkan betapa romantisnya kota ini, mungkin kalau tidak sepanas ini akan jauh lebih romantis. Menjelang siang, saya sampai di satu lapangan besar dimana terdapat St. Mark Square, pusat wisatawan kota Venezia. Selembar pizza dan sekaleng coca cola menemani makan siang saya hari itu. Keluar masuk gang-gang di Venezia adalah pengalaman baru. Pesan saya hanya satu: jika suka akan satu barang di satu toko tertentu, segera lakukan pembelian. Karena kalau berpikir bahwa akan dapat kembali ke toko tersebut setelah cari-cari harga lebih bagus ke "toko sebelah", anda terlalu optimistis. Segera lakukan pembelian atau menyesal!!!
Sore itu, setelah pada pagi hari akhirnya saya menemukan orang yang bisa berbahasa Inggris di penginapan, saya packing, mandi lalu dengan santai membawa koper segede gajah itu menuju St. Lucia. Saya akan titipkan koper di loker yang ada di stasiu. Biaya EUR50 bisa di tekan dan bisa bagi-bagi rejeki ke beberapa toko ^-^. Mungkin sudah banyak orang yang melakukan itu, jadi ketika saya jalan sendiri sambil geret, secara harafiah, koper gajah itu, tidak seperti orang aneh. Tidak ada yang aneh di kota ini, pun ketika saya jalan sendiri dan tetap menggunakan kalimat sakti saya ketika minta tolong di foto! Setelah bebas dengan koper gajah, saya menghabiskan malam itu untuk jalan dan melihat Venezia di waktu malam. Maaf, tidak romantis. Mungkin karena saya sendirian dan cuaaapeeekkk banget, udah kebayang-bayang jari2 lentik ibu pijet di rumah. Sebelum jam malam berlaku, saya sudah tiba dengan manis di penginapan. Bertemu sebentar dengan seorang suster tua yang rupanya sudah "dibekali" pengetahuan oleh om saya tentang kapan saya berangkat dll. Maka, dengan Italia yg terbatah-batah saya mengatakan 1 kalimat yang benar secara tata bahasa, namun mungkin kurang tepat digunakan pada waktu itu. A domani, Io vado a la stazione alle sei (besok pagi, saya pergi ke stasiun pukul 6 pagi). Dia tanya sesuatu yg saya tau adl ttg breakfast. Suster baik itu bilang bhw breakfast akan hadir khusus utk saya pada jam 6 pagi. Melewati breakfast, karena bangun agak terlambat, saya buru2 keluar dari penginapan (tenang...pembayaran sudah saya lakukan pada hari sebelumnya), dan mengambil bis air yang pertama. Di Venezia, saya bisa langsung bandingkan Jerman dengan Italia secara lebih jelas lagi. Bela-belain keluar dari penginapan pagi bener, eh...di dermaga saya melihat sopir bis masih "bercengkrama" tebar pesona dgn salah satu penumpang wanita. Adddoooohhh.....sementara waktu berjalan dengan sangat cepat. Kereta saya akan berangkat pukul 07.55 menuju Milano. Sampai di St. Lucia, dengan berlari-lari menggunakan sisa tenaga yang ada, saya ambil si gajah di loker, lalu...lari-lari lagi mencari kereta menuju Milano. Kan, ngga lucu dong kalo udah lari2 tapi ternyata naik kereta yang salah?! Sampai di gerbong, lho...kok masih sepi. Saya pikir untuk sampai ke gerbong 6, saya bisa masuk dari gerbong 10 dan tinggal geret koper untuk sampai ke gerbong 6. Sial! Pintu sambung dari gerbong ke gerbong masih di kunci, maka...dengan disiplin tinggi saya bawa turun si gajah dan pindah ke gerbong yang dituju. Pluit panjang sudah b'tiup tanda kereta akan jalan. Tepat di gerbong saya, seorang laki-laki baru keluar dari toilet, dengan sepenuh hati dia mengambil gajah saya. Thanks God! Setelah sampai dengan manis di tempat duduk, ternyata kereta di delay sampai sekitar 25 menit! Holy mother of God! Muangkeel plus jengkel luar biasa...!!! Terbayang wajah suster tua yang sudah menyiapkan sarapan khusus untuk saya, tapi saya anggurin gara-gara kereta sialan ini! Sampai di tempat duduk, si gajah masih saya letakkan di bawah, karena kelompok tempat duduk saya masih kosong, tampaknya tidak akan ada orang. 2 atau 3 kota berikutnya, orang mulai masuk dan memenuhi gerbong. Seorang Italia dengan baik hatinya mengangkat si gajah ke tempat barang di atas. Perjalanan berlanjut.
MILANO
3 jam kemudian, saya sampai di salah satu kota pusat mode Eropa, Milan. Oke, pesawat saya menuju Jakarta akan berangkat pukul 20.00, hitung-hitungan setidaknya jam 4 sore saya harus tiba kembali di stasiun ini yang akan mengantar saya ke Linate Airport. Titip koper di loker, saya melenggang santai menjelajah Milan. Punya waktu tidak begitu banyak, saya bergantung pada: bis wisata. Dengan membayar EUR20 saya menyusuri pelosok kota Milan plus beberapa bangunan bersejarah. Menarik. Sampai akhirnya di pusat kota Milan, keluar masuk toko yang pasti cuma keluar masuk aja, karena...ehem..ehem... 15 menit sebelum pukul 4 sore, saya sudah sampai di Milano centrale, stasiun kereta api Milan. Ambil koper di loker dan berjalan menuju tanda yang mengatakan: to Linate. Berbekal pengalaman signage di Jerman yang sangat benar dan benar, saya mengikuti tanda yang ada di stasiun itu. Hue...he...he....dari kanan ke kiri, balik kanan, balik kiri...semua mengantar saya kembali ke: tempat semula. Aduh...mau liat signage, mau tanya polisi, semua mengantar saya kembali ke tempat saya bertanya! Iki opo tho? Dagelan! Akhirnya...satu orang polisi yang tidak terlalu ganteng tapi memberikan direksi yang benar sehingga akhirnya sampailah saya di bis yang akan mengantar ke Linate. Sampai di Linate, check-in dan...bersiap untuk perjalanan panjang menuju rumah.
Apapun itu, bagaimanapun pengalaman itu, saya akan membayar berapapun untuk bisa kembali lagi menjelajah sendiri. Tentu sekarang dengan pengalaman yang cukup, saya akan membawa yang cukup2 saja dan tidak membebani hidup saya!
Pengalaman manis di Italia...yang tidak akan membuat saya bosan untuk datang kembali dan kembali lagi, terutama dengan pengalaman2 bodor di negara tersebut! Mengesankan.
Comments
Post a Comment